Utang Luar Negeri Belanja Pertahanan dan Keamanan Teknologi

suaraindonesia.media,- Nasional. Dalam daftar rencana pembelian senjata yang diusulkan oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas agar menjadi bagian dari revisi Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah 2020-2024, tergambar pendekatan geopolitik. Hal demikian terlihat dari usulan akuisisi pesawat tempur Rafale buatan Dassault Aviation Prancis sebanyak 36 unit dan 24 buah F-15EX produksi Boeing Amerika Serikat (AS). Opsi pengadaan senjata asal AS tidak sebanyak alutsista dari Eropa, namun akuisisi tersebut tetap strategis bagi Indonesia dalam menjaga keseimbangan hubungannya dengan dua kekuatan Trans Atlantik.

AS menjadi salah satu sumber pengadaan senjata Indonesia yang terkait dengan produk dirgantara, khususnya pesawat angkut dan pesawat tempur. Pada Minimum Essential Force (MEF) tahap II tahun 2014-2019, Indonesia membelanjakan sekitar US$500 juta melalui skema direct commercial sales menggunakan Pinjaman Luar Negeri (PLN) dari sindikasi salah satu bank BUMN dan lembaga keuangan asal Prancis. Sementara pada MEF tahap III tahun 2020-2024, F-15EX merupakan target utama akuisisi senjata Jakarta dari Washington DC, namun skema pendanaan belum jelas karena masih menunggu lampu hijau dari Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan. Kemenhan mengusulkan kebutuhan PLN senilai US$3,3 miliar untuk pembelian pesawat tempur yang awalnya dikembangkan oleh McDonnel Douglas itu, namun di sisi lain AS belum memberikan lisensi ekspor F-15EX ke Indonesia.

Read More

Indonesia mewajibkan penerapan Imbal Dagang, Kandungan Lokal dan Offset (IDKLO) untuk setiap impor sistem senjata utama. AS terhitung sebagai negara yang tidak mudah memberikan offset kepada negara lain dalam urusan ekspor senjata, akan tetapi hal itu bukan suatu kemustahilan. Sebagai ilustrasi, PT GMF AeroAsia mendapat offset pembelian lima C-130J oleh Indonesia berupa penggantian delapan unit center wing box pesawat C-130 TNI Angkatan Udara, di mana tujuh unit C-130 akan mendapatkan center wing box bekas, sedangkan satu unit sisanya akan mendapatkan center wing box baru yang dipasok oleh mitra Lockheed Martin. Pengadaan senjata melalui mekanisme foreign military sales biasanya lebih sulit untuk mendapatkan offset, namun bukan mission impossible sebagaimana dibuktikan saat pembelian 12 F-16A/B Block 15 OCU oleh Indonesia pada 1986.

Namun terdapat catatan penting yang perlu diperhatikan oleh Indonesia terkait hal tersebut yaitu keamanan teknologi. Sejak beberapa tahun silam, Washington DC telah mendorong Jakarta agar membentuk suatu unit kerja yang bertanggungjawab terhadap Defense Technology Security (DTS) di tingkat Kemenhan. Dorongan itu terkait dengan keinginan Indonesia mendapatkan alih teknologi dari AS untuk program KFX/IFX. Isu DTS memang telah diangkat oleh AS untuk menjadi salah satu perhatian dalam kerja sama pertahanan dengan Indonesia. (CNBC)

Related posts