“Cerita Malam, Semalam bercerita..”

Pulau Bintan, Medio September 2021

Duduk disalah satu kedai kopi disudut ibu kota provinsi Kepulauan Riau, bersenda gurau sambil bercerita tentang masa depan wajah ibu kota provinsi Kepri. Kendati namanya saja kedai kopi, akan tetapi setiap orang yang datang dan duduk bukan saja memesan secangkir kopi, namun bisa jadi pengunjung bebas memesan minuman. Dan hal itu pun menjadi perhatian seorang teman yang baru datang dan menjadi warga ibu kota provinsi Kepri dengan alasan lulus jadi dosen PNS PTN. Bukan bermaksud nyinyir atau mengomentari tentang segala aktivitas sosial masyarakat ibu kota provinsi Kepri, akan tetapi memang begitulah sikap asli seorang ilmuan idealis yang belum tersentuh prilaku pragmatis sebagai dosen asongan, yang selalu saja tak pernah puas dengan apa yang ia lihat, karena ilmuan berkualitas cenderung memiliki insting bertanya yang diakibatkan oleh dorongan rasa skeptis dan tidak dengan mudah untuk mempercayai atas suatu fenomena yang langsung dijustifikasi sebuah kebenaran. Dan kritik berbasis ilmu pengetahuan serta data adalah bentuk bagian partisipasi publik, bukan sikap penyebar kebencian dalam narasi kaum elit dongok.

Malam semakin ceria bersama cerita-cerita seru, karena kedai kopi juga menyajikan iringan musik melayu dan musik dengan genre klasik. Tetiba sahabat melemparkan pertanyaan dan sekaligus aku anggap itu pernyataan yang menarik untuk didiskusikan. Sang dosen muda sebagai sahabat baru yang baru datang ke ibu kota provinsi Kepri, rupanya mungkin setelah tau mau duduk ngopi bersama aku, ternyata beliau telah menyiapkan beberapa pertanyaan-pertanyaan kecil nan sederhana namun menurutku itu bukan pertanyaan biasa, karena pertanyaan selalui diiringi dengan analogi yang menarik. Misal, mengapa jantung Melayu itu adalah Sastra Bahasa, kenapa tidak kedai kopi?. Berbekal sok tahu bukan dengan ilmu dan atas informasi literasi yang dangkal, aku coba menjawab semampu pengetahuan ku. Aku bilang alasan Sastra Bahasa adalah jantung Melayu, karena Melayu telah menginfakkan akan struktur dialek kata dalam bahasa sebagai pemersatu nusantara.

“Bukan bang”, sanggah sang dosen muda. Dengan suara lantang lugas tegas namun lembut dosen muda menyanggah jawaban yang secara spontan tanpa tergesa-gesa. Dengan santun dosen muda mengkritisi jawaban ku, yang tidak menyalahkan atau membenarkan atas jawaban aku. Ia pun kembali menjelaskan, jantung Melayu bukan Sastra Bahasa, melainkan kedai kopi. Mengapa kedai kopi balas jawab sambil tanyaku kembali.

Prilaku masyarakat Melayu adalah berkumpul dan bercengkrama bang, sanggah jawaban sahabat dosen muda. Ia menjelaskan bahwa pencaharian kehidupan orang Melayu berasal dari laut sebagai identitas utama asal orang Melayu bertempat tinggal. Gak usah terlalu berat bang untuk kita kupas Melayu dalam perspektif Sosiologis-Antropologis, atau Geografi-Demografi. Ketika orang Melayu sebelum dan setelah melaut, tradisi berkumpul minum kopi lebih utama ketimbang harus serius menulis struktur sastra dalam bahasa. Dan lebih tua budaya duduk berkumpul sambil minum kopi dari pada tradisi menulis literasi, karena kaum cendikiawan jauh lebih muda dan ada dari pada tradisi cakap-cakap atau sembang-sembang sambil menikmati minum kopi. Makanya, asumsi hipotesis ku, bahwa kedai kopi adalah jantung Melayu bang, terang ucap kembalib sang sahabat dosen muda.

Okay, tanpa membantah, aku maklumi pertanyaan dan keterangan sang sahabat mengupas antara Melayu dan Kedai Kopi. Sambil menyeruput kopi dalam cangkir porselen berwana putih dibalut ukiran berwana hijau. Sambil tertawa kecil, sang dosen muda cerdas cergas kembali mengacukan pertanyaan, dan pertanyaan tersebut kali ini sepertinya lebih serius. Karena diawali terminolgi dan analogi serta dibungkus pelbagai ilustrasi politik dan kepemimpinan publik.

Tahun 2024 dalam agenda nasional adalah tahun pesta demokrasi akbar sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia sebagai sebuah negara. Ada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, ada pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pemilihan Kepala Daerah. Ketika itu negara benar-benar dalam situasi status serius dan boleh dianggap rawan dan genting, karena semua kemungkinan bisa saja terjadi. Semoga demokrasi tidak dikebiri, demokrasi mampu memanusiakan manusia, dan terlebih lagi bahwa demokrasi adalah pesta suka cita rakyat menyambut pemimpin negeri yang mumpuni dan berkualitas serta jujur dalam bertanggungjawab kepada rakyat.

Dari terminologi tahun 2024, sang dosen muda kembali mengajukan pernyataan dan pertanyaan. Pemimpin itu lahir dan hadir lazimnya ada 2 proses, yakni melalui garis keturunan (monarkhi) dan dipilih melalui pemilihan (demokrasi). Dan dari kedua proses tersebut tentu memiliki plus dan minus, namun seyogyanya, bahwa pemimpin adalah orang yang terbaik bagi orang-orang yang dipimpin. Setuju bang, sela sang dosen muda mengajak untuk membenarkan statment opini dalam perspektifnya. Sambil menganggukan kepala petanda aku bilang iya, namun belum tentu setuju atau sependapat dengan pernyataan sang dosen muda. Lalu selanjutnya masuk kepertanyaan kedua, siapa yang berpeluang menjadi Presiden Republik Indonesia dihasil Pemilu 2024 nantinya bang, tanya sang dosen muda kepada diriku, apakah Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan dari dua Gubernur terbaik di Indonesia dan bukan hasil proses pemimpin dan kepemimpinan karbitan ?.

Kali ini tentu aku gak mau digiring atau dimasukan kedalam peta logika sang dosen muda dengan idealis tingginya. Ini bukan seperti jual beli pemain bintang sepak bola dengan nilai transaksi tinggi yang tak pernah perduli akan situasi dan kondisi kebatinan nasib sang fans fanatik. Sambil seloroh namun tetap menjaga keseriusan, aku menjawab melalui struktur narasi aturan pemilu, bahwa yang bisa mengajukan siapa calon Presiden peserta kontestasi Pemilu tahun 2024 yang akan datang adalah tetap Partai Politik dan jalur independen, tapi aku yakin bahwa jalur independen gak akan menjadi isu menarik sebagai pilihan terbaik dalam pesta demokrasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Aku lebih tertarik partai mana yang bisa menawarkan kepada rakyat kader terbaiknya untuk dipilih oleh rakyat pada pesta rakyat dalam kontestasi demokrasi tahun 2024 nantinya. Apakah PDI-P kah, apakah Gerindra kah, apakah Golkar, apakah ada partai yang lolos ‘electoral threshold’ ataukah ada lahir dan hadirnya poros baru sebagai koalisi permanen, sepertinya isu itu lebih keren untuk kita bahas, ketimbang 2 nama calon yang diajukan, agar lebih dinamis dan berkualitas diskusinya.

Namun, lagi-lagi sang dosen muda tetap bertahan dengan pertanyaannya, siapakah yang lebih akan dipilih rakyat pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 nantinya bang, apakah Anies Baswedan atau Ganjar Pranowo ?, karena keduanya telah melewati proses kepemimpinan publik dengan tingkat elektabilitas yang sangat kompetitif dan selektif, dan boleh dibilang pemimpin masa depan bangsa Indonesia yang terlahir bukan dari proses karbitan ataukan lagi lahir dan hadir dari pemasungan demokrasi alias pemaksaan lahirnya pemimpin dari metamorfosa politik dinasti.

Boleh gak saya mengajukan alternatif Gubernur yang mungkin dianggap pantas atau kredibel untuk maju menjadi pemimpin nasional, ya kalau gak Presiden nya langsung, minimal jadi Wakil Presiden lah. “Siapa bang?”, sanggah bertanya sang dosen muda. “Pak Ansar Ahmad”, jawab ku lugas dan tegas. Sambil tertawa kecil, sang dosen muda tidak langsung mematahkan atau mementahkan pernyataan ku. Lalu sang dosen muda bertanya, “apa alasan abang mengajukan nama pak Ansar Ahmad?”, dengan mudah tanpa berfikir keras aku jelaskan kepada sang dosen muda mengapa nama Ansar Ahmad yang menjadi jagoan ataupun pilihan alternatif isu pemimpin nasional tahun 2024. Pertama; apakah dan mengapa tidak ada pilihan Presiden dari luar pulau Jawa?, Indonesia terjadi 5 pulau besar, selain Jawa ada Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Apakah tidak ada pemimpin nasional menjadi Presiden yang lahir dan hadir dari yang berasal dari pulau Jawa. Kedua; Demoktratisasi harus selalu terbangun secara dinamis dan harmonis, namun tetap bertanggungjawab, jadi siapapun warga negara berhak bicara masa depan bangsa dan negara nya Indonesia tercinta, maka dari pada itu saya mengajukan 1 Gubernur dari 34 provinsi di Indonesia yang saya anggap layak maju dikontestasi pemilihan Presiden nanti di tahun 2024. Ketiga; saya menganggap Ansar Ahmad boleh dianggap bukan pemimpin yang terlahir dari proses karbitan yang dipaksakan, 2 kali menjadi Bupati, 1 kali menjadi anggota DPR-RI dan saat ini menjabat Gubernur Kepri, dan terlepas Ansar Ahmad telah serta juga membiarkan putranya Roby Kurniawan menjadi penguasa di salah satu kabupaten di Kepulauan Riau, yang dianggap dulu adalah pemaksaan diri dalam lingkaran isu politik dinasti yang kendati tidak bertentangan dengan aturan perundangan, namun dianggap melabrak etika publik.

Sambil menyimak dengan apa yang telah aku kemukakan, selanjutnya sang dosen muda membalas uraian dari jawaban yang telah aku sampaikan. Sang dosen muda lagi-lagi tidak menyela dan membantah pendapat aku, namun beliau memberikan pandangan komperatif semacam “benchmarking” dari 3 nama tokoh Gubernur yang layak menjadi Presiden Republik Indonesia ke-8. Anies Baswedan memimpin provinsi dengan dinimika daerah yang sangat komplek dan tinggi serta merupakan representasi orang Indonesia ada di DKI Jakarta, dan boleh dikatakan Jakarta adalah miniatur Indonesia. Sedangkan Ganjar Pranowo boleh dikatakan pemimpin dengan wajah prilaku kesantunan nusantara, yang merupakan juga bahwa orang jawa yang tersebar dinusantara adalah sosok punggawa kawal nusantara, dimana pulau diluar pulau Jawa yang tidak ada orang Jawa nya?, boleh dinyatakan secara Sosiologis-Antropologis, Geografi-Demografi bahwa orang Jawa ada dimana-mana, dan Ganjar Pranowo merupakan representasi nilai-nilai logos tersebut. Dan yang ketiga; bukannya tidak memperhitungkan pak Ansar Ahmad layak diperhitungkan menjadi kandidat yang unggulkan, pertanyaannya adalah bagaimana elektabilitas nasional seorang Ansar Ahmad, apakah semua orang Indonesia mengenal sosok pribadi Ansar Ahmad?, sepertinya masih jauh dan butuh energi besar membuat nama pak Ansar Ahmad selevel nama pak Anies Baswedan atau pak Ganjar Pranowo. Kalau pak Ansar Ahmad masih maju sebagai Gubernur di 2024 dan punya prestasi hebat serta mumpuni dengan keilmuannya dalam menyusun skenario dan roadmap pembangunan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi covid 19, yang sepertinya pak Ansar Ahmad baru layak diperhitungkan sebatas jabatan pembantu Presiden yakni Menteri Koordinator Ekonomi atau Menteri dibidang ekonomi, sembari berjalan dengan membuat nama pak Ansar Ahmad semakin untuk diperhitungkan dalam konstilasi opini publik dari rakyat Indonesia.

Tiga jam lebih diskusi itu berlangsung, walaupun disela-sela diskusi penuh dengan tarik ulur dan tarik ukur kemampuan dalam pandangan, karena diskusi tadi malam boleh dianggap diskusi atas diskursus teoritik-pragmatik. Memang enak kalau berdiskusi dengan orang cerdas, cergas, bernas, hasil dari ekstraksi keilmuan yang mumpuni atas berasal dari kampus yang berkelas dan bergensi. Sampai-sampai sang sahabat dosen muda tersebut menyampaikan data terkini, bahwa ternyata harga bayam yang tinggi di ibu kota provinsi Kepri sangat mempengaruhi eskalasi atas naiknya nilai inflasi dan provinsi Kepri adalah penyumbang angka tjngkat pengangguran terbuka (TPT) paling tinggi se-Indonesia, yakni 10,12% per Agustus 2021. Gubernur Kepri harus bekerja keras memulihkan ekonomi, jangan disibukkan sangat dengan memikirkan belanja akun modal dan belanja barang publik sebagai project mercusuar, yang terkesan sangat jauh dari masyarakat sejahtera, serta masih berkisar dalam hitungan efek stimulus dan bukan efek “sustainable”.

Jam pulang diskusi tiba, waktu sudah menunjukan pukul 1 pagi dini hari. Walaupun dosen PNS baru itu jauh lebih muda usianya dari diriku, aku yang berumur sudah menginjak 40 tahun lebih, akan tetapi rasa hormat decak kagum dan respect dengan dosen masih muda yang belum berusia 30 tahun begitu kaya bacaan serta daya ingat dan memiliki anugerah logika berfikir yang bergitu cerdas. Semoga kita semua diberikan kesehatan, dan tidak boleh membiarkan diskusi larut atas seputar isu telur dan terong semata dari pemimpin ibu kota provinsi Kepri yang masih perlu banyak belajar dan bersikap. Akhirnya acara diskusi ditutup dengan tegukan terakhir air kopi dingin dan sebatang rokok yang bercukai resmi dari negara.

*****

Pulau Bintan, Medio September 2021

Related posts